-
KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat, taufik serta hidayah...
-
Assalamu'alaikum wr.wb selamat malam sob, ini malam jum'at udah baca Yasin kan? asseeek... bagi yang belum baca Yasin dulu gih mump...
Thursday, 13 December 2018
Tuesday, 14 August 2018
Makalah Good Governance Sebagai Penunjang Demokrasi di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Demokrasi adalah sebuah bentuk pemerintahan oleh rakyat. Jalan
konkrit untuk mengorganisasikan bentuk pemerintahan dan pertanyaan mengenai
kondisi dan prakondisi yang dibutuhkan telah diperdebatkan secara intensif selama
beberapa abad, dan pemahaman mengenai bagaimana kondisi ekonomi, sosial dan
budaya mempengaruhi kualitas demokrasi. Istilah demokrasi berasal bahasa
yunani. “Demos” yang berarti rakyat dan “Kratos” pemerintah.
Definisi pemerintahan oleh rakyat. Tetapi pengertian tersebut segera
memunculkan sejumlah isu yang kompleks. Dapat terlihat bahwa pembicaraan
mengenai demokrasi tidak hanya teori tentang cara-cara yang dimungkinkan untuk
mengorganisaikan pemerintahan oleh rakyat, tetapi juga filsafat tentang apa
yang seharusnya, (yaitu cara-cara terbaik membangun pemerintahan) dan pemahaman
tentang pengalaman praktis mengorganisasikan pemerintahan dalam masyarakat dan
pada waktu yang berbeda.
Banyak negara-negara telah menganut demokrasi sebagai sistem
pemerintahannya dan pembentukan demokrasi politik bagi Negara-negara tersebut
ditentukan oleh kondisi yang kondusif. Sejumlah Negara telah memulai transisi
menuju demokrasi dalam beberapa tahun terakhir. Model proses demokrasi menunjukkan
bahwa adanya pergeseran dari pemerintah otoriter menuju pemerintah demokratis
merupakan sebuah proses yang kompleks dan bersifat jangka panjang dan
melibatkan sejumlah tahapan.
Indonesia telah mengalami pasang surut dalam menerapkan demokrasi.
Sejak Indonesia merdeka, melalui UUD 1945 NKRI menganut sistem demokrasi, Yaitu
demokrasi perwakilan (representative democracy) Indonesia pernah
menerapkan sistem Demokrasi liberal (1950-1959), Demokrasi terpimpin
(1959-1966), Demokrasi Pancasila (Orba) (1966-1998), Demokrasi Reformasi (1998-Sekarang).
Dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia banyak terjadi
penyimpangan, sehingga mengakibatkan kegagalan demokratisasi. Indonesia
mengalami reformasi sebagai tonggak baru perjalanan pemerintahan Indonesia pada
tahun 1998. Pada saat itulah rakyat Indonesia menuntut adanya perubahan kondisi
dalam segala aspek. Dan sampai sekarangpun transisi politik Indonesia, masih
merupakan suatu proses yang menghadapi sejumlah tantangan. Banyak orang harus
diyakinkan bahwa demokrasi bisa memberikan keuntungan bagi mereka tidak hanya
sekedar pemilu atau kebebasan berbicara. Apalagi dengan meningkatnya radikalisasi
di kalangan orang, selain itu pemerintah juga harus memiliki peran dalam
mewujudkan demokrasi dalam pemerintahan di Indonesia.
Masih banyaknya masalah pemerintahan seperti korupsi, tidak adanya
transparasi, sistem perekrutan yang buruk dalam pengangkatan PNS. Hal-hal
tersebut dapat menjadi penghambat dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan
demokratis. Oleh karena itu kami disini ingin membahas tentang bagaimana
mewujudkan pemerintahan yang bersih dan demokratis di Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
proses demokratisasi di Indonesia ?
2.
Bagaimana
perkembangan demokrasi di Indonesia ?
3.
Bagaimana
proses penerapan Good Governance di Indonesia ?
4.
Bagaimana
cara mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan bersih ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Hykum Tata Negara.
2.
Untuk
mengetahui proses demokratisasi di Indonesia.
3.
Untuk
mengetahui keberhasilan penerapan demokrasi di Indonesia.
4.
Untuk
mengetahui proses penerapan Good Governance di Indonesia.
5.
Untuk
mengetahui cara mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan bersih
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Demokrasi
Demokrasi menurut Joseph Schumpeter merupakam sebuah metode
politik, sebuah mekanisme untuk memilih pemimpin politik. Warga Negara
diberikan kesempatan untuk memilih salah satu diantara pemimpin-pemimpin
politik yang bersaing meraih suara. Dalam kalimat Schumpeter metode demokratis
adalah penataan kelembagaan untuk sampai pada keputusan politik dimana individu
meraih kekuasaan untuk mengambil keputusan melalui perjuangan kompetitif untuk
meraih suara. (George Sorensen, 1993: 14).
Demokrasi menurut C.F Strong adalah suatu sistem pemerintahan dimana
mayoritas anggota dewan dari masyarakat ikut serta dalam politik atas dasar sistem
perwakilan yang menjamin pemerintah akhirnya mempertanggung jawabkan
tindakan-tindakannya kepada mayoritas tersebut.
Demokrasi menurut Hans Kelsen adalah pemerintahan oleh rakyat dan
untuk rakyat. Yang melaksanakan kekuasaan Negara ialah wakil-wakil rakyat yang
terpilih. Dimana rakyat telah yakin, bahwa segala kehendak dan kepentingannya
akan diperhatikan di dalam melaksanakan kekuasaan Negara.
Menurut Robert A. Dahl. Sebuah demokrasi idealnya memiliki : (1)
persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat, (2)
partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga negara dalam
proses pembuatan keputusan secara kolektif, (3) pembeberan kebenaran, yaitu
adanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk memberikan penilaian terhadap
jalannya proses politik dan pemerintahan secara logis, (4) kontrol terakhir
terhadap agenda, yaitu adanya kekuasaan eksklusif bagi masyarakat untuk
menentukan agenda mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses
pemerintahan, termasuk mendelegasikan kekuasaan itu pada orang lain atau
lembaga yang mewakili masyakat, dan (5) pencakupan, yaitu terliputnya
masyarakat yang tercakup semua orang dewasa dalam kaitannya dengan hukum.
B.
Good Governance
Tata kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan
suatu konsep yang akhir-akhir ini dipergunakan secara reguler dalam ilmu
politik dan administrasi publik. Konsep ini lahir sejalan dengan konsep-konsep
dan terminologi demokrasi, masyarakat sipil, partisipasi rakyat, hak asasi
manusia, dan pembangunan masyarakat secara berkelanjutan. Pada akhir dasa warsa
yang lalu, konsep Good Governance ini lebih dekat dipergunakan
dalam Reformasi sektor publik. Menurut Saifuddin, Good Governance dapat
diartikan sebagai suatu mekanisme pengelolaan sumber daya dengan substansi dan
implementasi yang diarahkan untuk mencapai pembangunan yang efisien dan efektif
secara adil. Oleh karena itu, Good Governance akan tercipta
manakala di antara unsur-unsur Negara dan institusi kemasyarakatan (ormas, LSM,
pers, lembaga profesi, lembaga usaha swasta, dan lain-lain) memiliki
keseimbangan dalam proses checks and balances dan tidak boleh
satupun di antara mereka yang memiliki kontrol absolut.
Sejak reformasi politik 1998, peran demokrasi telah terbuka penuh.
Partisipasi rakyat dalam persoalan politik berlangsung setiap saat. Indonesia
pun sukses menggelar ritual pemilu dan pemilu kada di berbagai daerah. Bahkan,
Indonesia menerima banyak pujian dari sejumlah lembaga internasional sebagai
negara yang berhasil menjalankan demokrasi. Meski demikian, berbagai persoalan
besar di negeri ini terus bermunculan. Belum tuntas kasus pengucuran dana
triliunan rupiah kepada PT Bank Century, telah muncul kasus manipulasi pajak
Gayus Tambunan yang melibatkan aparat penegak hukum, dan disinyalir segera
terkuak kasus mafia pertambangan dan kehutanan. Belum lagi kasus dana Hambalang
dan yang terbaru adalah kasus pencucian uang yang dilakukan oleh Ahmad Fathanah
dalam impor daging sapi.
Kasus-kasus tersebut melengkapi banyak persoalan lain, seperti
masih tingginya angka pengangguran dan kemiskinan, pelayanan birokrasi yang
tidak memuaskan, dan korupsi yang melibatkan pejabat pemerintah pusat dan
daerah, anggota DPR dan DPRD. Berbagai persoalan tersebut menggambarkan
ternyata setelah lebih 13 tahun berdemokrasi justru tidak menghasilkan
kesejahteraan bagi rakyat. Yang menonjol saat ini, demokrasi lebih banyak
menghasilkan pemimpin dan wakil rakyat yang buruk. Mereka tidak memiliki
kompetensi yang memadai dan dapat dibanggakan. Demokrasi hanya menjadi sarana
formalitas kekuasaan rezim dari waktu ke waktu, bukan sarana untuk memperbarui
kontrak sosial. Demokrasi kita hanya berkualitas dalam prosedurnya, namun sangat
buruk dalam substansinya. Pada akhirnya, demokrasi yang seharusnya menjadi
fondasi terciptanya good governance, pada kenyataannya justru mengarah
pada bad governance.
Lantas, dengan kenyataan buruk yang terjadi dalam demokrasi kita,
apakah demokrasi dianggap pilihan yang salah? Menurut kami, bukan demokrasinya
yang salah, namun memang ada yang salah dalam cara kita berdemokrasi. Dalam
demokrasi, tata pemerintahan dijalankan dengan terbuka, kompetitif, dan bebas.
Namun, bagaimana cara menjalankannya akan menentukan apakah secara substansi
kita sudah demokratis, atau baru sekadar secara prosedural demokratis.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Proses Demokratisasi di Indonesia
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang berasas dari rakyat
(secara langsung atau perwakilan) oleh rakyat (dilaksanakan oleh rakyat) dan
untuk rakyat (segala kebijakannya dibuat atas dasar kepentingan rakyat).
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani – (dēmokratía) “kekuasaan rakyat”,
yang dibentuk dari kata demos “rakyat” dan Kratos “kekuasaan”. Dalam
sebuah Negara yang menganut sistem ini, biasanya terdapat beberapa
prinsip-prinsip umum. Prinsip-prinsip ini biasanya diambil dari pendapat
Almadudi yang kemudian dikenal sebagai “Guru Demokrasi”. Prinsip tersebut
ialah:
1. Kedaulatan rakyat
2. Pemerintahan berdasarkan
persetujuan dari yang diperintah
3. Kekuasaan mayoritas
4. Hak-hak minoritas
5. Jaminan hak asasi manusia
6. Pemilihan yang bebas dan
jujur
7. Persamaan di depan hokum
8. Proses hukum yang wajar
9. Pembatasan pemerintah secara
konstitusional
10. Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik
11. Nilai-nilai tolerensi, pragmatisme, kerja sama, dan
mufakat.
Di Indonesia sendiri, sistem ini berusaha untuk dilaksanakan secara
sempurna selepas kejadian Reformasi 1998. Meski pada awalnya banyak yang
meragukan pelaksanaan demokrasi di Indonesia, kenyataannya demokrasi di
Indonesia sudah berlangsung selama 10 tahun lebih dan terus bertahan hingga
saat ini. Anggapan beberapa orang yang berpikir bahwa demokrasi akan sangat
singkat di Indonesia terbukti salah. Termasuk tanggapan Indonesia terlalu besar
dan kompleks untuk melaksanakan demokrasi. Pemilihan presiden secara langsung
yang sukses adalah bukti bahwa Indonesia sudah maju soal demokrasi ini.
B.
Ciri-Ciri Pemerintahan Demokratis.
Setiap bentuk pemerintahan pastilah memiliki ciri-ciri. Bagaimana
ciri-ciri pemerintahan Demokrasi?
1.
Adanya
keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun
tidak langsung (perwakilan).
2.
Adanya
persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
3.
Adanya
kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
4.
Adanya
pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan
rakyat.
Khusus di Indonesia, demokrasi didasarkan pada nilai-nilai
Pancasila. Dan pada UUD 1945 juga disebutkan secara jelas:
Pertama: Indonesia
ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat). Negara Indonesia
berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka
(Machstaat). Kedua: Sistem Konstitusional. Pemerintahan berdasarkan atas
Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan
yang tidak terbatas). Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem konstitusi,
maka jelas bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945,
ialah demokrasi konstitusional. Corak khas demokrasi Indonesia, yaitu
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.
Lalu bagaimana contoh pelaksanaan Demokrasi di Indonesia? Selain
berupa pemilihan Presiden secara langsung, Bangsa Indonesia sudah melaksanakan
satu bentuk demokrasi sejak masa lampau, yakni berupa Musyawarah Mufakat dan
Gotong Royong. Dua nilai inilah yang oleh bangsa Indonesia lakukan sejak dulu
dan sangatlah kental dengan nilai-nilai demokrasi, dimana sebuah keputusan
diambil berdasarkan pendapat orang banyak dan dilakukan secara bersama-sama.
Nilai-nilai demokrasi juga ada pada pancasila, yakni sebagai
berikut:
1. Kedaulatan rakyat.
2. Republik.
3. Negara berdasar atas hukum.
4. Pemerintahan yang konstitusional.
5. Sistem perwakilan.
6. Prinsip musyawarah.
7. Prinsip ketuhanan.
8. Dominasi mayoritas atau minoritas..
Demokrasi di Indonesia juga menemui beberapa masalah dalam
pelaksanaannya. Mulai dari adanya konflik antar golongan (karena satu golongan
tidak menerima pendapat golongan lain), hingga hilangnya kepercayaan rakyat
pada pemerintahan yang bisa berujung pada tidak dianggapnya lagi pemerintahan
yang berkuasa, hingga akhirnya pada satu titik memicu hal yang paling tidak
diinginkan di Negara manapun, Kudeta.
Bangsa Indonesia sepakat untuk melakukan demokratisasi yakni proses
pendemokrasian sistem politik Indonesia sehingga kebebasan rakyat terbentuk,
kedaulatan rakyat dapat ditegakkan, dan pengawasan terhadap lembaga eksekutif
dapat dilakukan oleh lembaga wakil rakyat.
C.
Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut.
Selama ini ternyata masalah pokok yang dihadapi ialah bagaimana, dalam
masyarakat yang beraneka ragam pola budayanya, mempertinggi tingkat kehidupan
ekonomi disamping membina suatu kehidupan sosial dan politik yang demokratis.
Pada pokoknya, masalah ini berkisar pada penyusunan suatu sistem politik dimana
kepemimpinan cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi serta nation
building, dengan partisipasi rakyat seraya menghindarkan timbulnya dictator,
apakah dictator ini bersifat perorangan partai ataupun militer.
Dipandang dari sudut perkembangan demokrasi sejarah Indonesia dapat
dibagi dalam 4 masa, yaitu :
a.
Masa
Republic Indonesia I (1945-1959) yaitu masa demokrasi konstitusional yang
menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai. Namun pada masa ini ada
masalah dimana partai-partai dalam koalisi dan barisan oposisi keduanya tidak
dapat berperan sebagaimana mestinya. Pemilihan umum tahun1955 juga tidak dapat
membawa stabilitas yang diharapkan. Disamping itu ternyata ada beberapa
kekuatan sosial dan politik yang tidak memperoleh saluran dan tempat yang
realistis dalam konstelasi politik. Oleh karena hal tersebut demokrasi yang
dijalankan tidak berhasil.
b.
Masa
Republik Indonesia II (1959-1965) yaitu masa demokrasi terpimpin yang dalam
banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional, seperti dominasi
dari presiden. Terbatasnya peranan parpol, berkembangnya pengaruh komunis dan
meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik.
c.
Masa
Republik Indonesia III (1965-1998) yaitu masa demokrasi pancasila yang
merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial. Pada
masa ini pemilu memang berhasil diselenggarakan secara teratur dan berkesinambungan
namun ternyata nilai-nilai demokrasi tidak diberlakukan dalam pemilu-pemilu
tersebut, tidak ada kebebasan memilih bagi para pemilih dan tidak ada
kesempatan yang sama bagi ketiga organisasi peserta pemilu untuk memenangkan
pemilu. Di bidang politik dominasi presiden Soeharto telah membuat presiden
menjadi penguasa mutlak karena tidak ada satu institusi atau lembaga yang dapat
menjadi pengawas presiden dan mencegahnya melakukan penyelewengan kekuasaan.
Menjelang berakhirnya orba, elit politik semakin tidak perduli dengan aspirasi
rakyat dan semakin banyak membuat kebijakan-kebijakan yang menguntungkan para
kroni dan merugikan negara serta rakyat. Akibatnya, semakin menguatkan kelompok
yang menentang Soeharto yang memuncak pada bulan Mei 1998 dan menjadi langkah
awal jatuhnya presiden Soeharto dan tumbangnya Orde Baru.
d.
Masa
Republik Indonesia IV (1998-sekarang) yaitu masa reformasi yang menginginkan
tegaknya demokrasi di Indonesia sebagai koreksi terhadap praktik-praktik
politik yang terjadi pada masa republic Indonesia III. Banyak langkah terobosan
yang dilakukan dalam proses demokratisasi pada masa ini, memang benar bahwa
demokratisasi adalah proses tanpa akhir karena demokrasi adalah sebuah kondisi
yang tidak pernah terwujud secara tuntas. Namun dengan adanya
perubahan-perubahan, demokrasi di Indonesia telah mempunyai dasar yang kuat
untuk berkembang.
D.
Good Governance and Clean Governance
Paling
tidak ada empat kata yang harus menjadi perhatian kita kalau membicarakan good
and clean governance yaitu (1) good government, (2) clean
government, (3) good governance, (4) clean governance. Dari
empat pembagian tersebut dilihat bahwa yang menjadi perhatian adalah good (baik),
clean (bersih), government (pemerintah), dan governance
(penyelenggara pemerintahan). Artinya paradigma yang akan dikembangkan adalah
pemerintahan yang baik dan bersih yang juga di dukung oleh penyelenggara
pemerintah yang baik dan bersih.
Keinginan menjadi good and clean governance ke dalam
norma hukum baru dimulai setelah kita mengalami krisis pada tahun 1997 yang
diikuti dengan kejatuhan Orde Baru pada bulan Mei 1998. Upaya ini
dapat dilihat dengan adanya Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme
(KKN).
E.
Penerapan Good Governance di Indonesia
Praktek good
governance (tata kelola pemerintahan yang baik) merupakan salah satu
upaya yang juga bisa membantu dalam pencegahan praktek korupsi. Didukung dengan
ditetapkanya Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK) maka
pelaksanaan good governance merupakan salah satu kunci aksi
yang harus dilakukan. Pemerintah daerah berhak membuat dan melaksanakan Perda
sehubungan dengan praktek-praktek good governance sehingga
pelaksanaan good governance dianggap lebih mudah dan sederhana
apabila dimulai dari pemerintah kabupaten atau kota daripada pemerintah pusat.
Dalam
hal upaya menciptakan pelayanan publik yang prima disadari perlu sinergisitas
yang komprehensif dan maksimal guna mencapai suatu titik konstan yang memuaskan
masyarakat. Keterlibatan aktif pemerintah selaku pemain utama, masyarakat,
aparat penegak hukum hingga KPK sebagai trigger mechanism mutlak
dibutuhkan menuju terciptanya sistem birokrasi yang berkeadilan. Menurut T.
Gayus Lumbuun, dalam kepustakaan Hukum Administrasi Negara asas-asas umum
pemerintahan yang baik telah disistematisasi oleh para ahli terkemuka dan
dianut di beberapa negara, antara lain seperti di Belanda dikenal dengan “Algemene
Beginselen van Behoorllijke Bestuur” (ABBB), di Inggris dikenal “The
Principle of Natural Justice”, di Perancis dikenal “Les Principaux
Generaux du Droit Coutumier Publique”, di Belgia dikenal “Aglemene
Rechtsbeginselen”, di Jerman dikenal “Verfassung Sprinzipien” dan
di Indonesia “Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik”(AUPB).[1] Untuk mengenal asas-asas umum
pemerintahan yang baik menurut pendapat ahli maupun yang berkembang di
Peradilan Administrasi, akan diuraikan berikut ini:
1. Menurut sistematisasi van Wijk atau Konijnenbel
yang dikutip oleh Indroharto dalam bukunya berjudul “Usaha memahami
Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara” tahun 1994, Asas-asas umum
Pemerintahan yang Baik dikelompokkan:
a) Asas-asas formal mengenai pembentukan keputusan yang
meliputi Asas kecermatan formal dan Asas “fair play”.
b) Asas-asas formal mengenai formulasi
keputusan yang meliputi Asas Pertimbangan dan Asas kepastian
Hukum formal.
c) Asas-asas Meterial mengenai isi
Keputusan yang meliputi Asas kepastian hukum material, Asas
kepercayaan atau asas harapan-harapan yang telah ditimbulkan, Asas persamaan,
Asas kecermatan material dan Asas keseimbangan.
Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999, maka asas-asas umum pemerintahan
yang baik di Indonesia diidentifikasikan dalam Pasal 3 dan Penjelasanya yang
dirumuskan sebagai asas umum penyelenggaraan negara. Asas ini
terdiri dari:
a.
Asas
Kepastian Hukum Adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
Penyelenggara Negara.
b.
Asas
Tertib Penyelenggaraan Negara Adalah asas yang menjadi landasan keteraturan,
keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara.
c.
Asas
Kepentingan Umum Adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara
yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
d.
Asas
Keterbukaan Adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi
pribadi, golongan, dan rahasia negara.
e.
Asas
Proporsionalitas Adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban Penyelenggara Negara.
f.
Asas
Profesionalitas Adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode
etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
g.
Asas
Akuntabilitas Adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Suatu ukuran yang menunjukan seberapa besar tingkat kesesuaian
penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma-norma eksternal
yang dimiliki para stakeholders yang berkepentingan dengan pelayanan
tersebut. Akuntabilitas meliputi: keuangan (financial), administartif
(administrative), dan kebijakan publik (policy decision), hukum, dan
politik.
Aktor
dalam menjalankan Governance adalah (1) government, (2) swasta, dan (3)
rakyat yang memiliki posisi sejajar, memiliki kesamaan, kohesi, keseimbangan
peran serta yang saling mengontrol. Dalam konsep Government, aktornya
tunggal atau terfokus hanya pada birokrasi pemerintahan yang mendominasi
berbagai peran dan fungsi. Dalam pelaksanaaan konsep good governance
harus di imbangi juga dengan adanya pertisipasi masyarakat, prinsip yang
menjamin atau menuntut masyarakat harus diberdayakan, diberikan kesempatan dan
dikutsertakan untuk berperan dalam proses-proses birokrasi mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Partisipasi masyarakat dapat
dilakukan secara langsung dan tidak langsung.[2]
Indikator Partisipasi :
1.
Ada
jaminan hukum dari pemerintah mengenai partisipasi masyarakat (perda).
2.
Adanya
forum untuk menampung aspirasi masyarakat yang representatif, jelas, dan
terbuka.
3.
Kemampuan
masyarakat terlibat dalam proses pembuatan, pelaksaan, dan pengawasan
keputusan.
4.
Visi
dan pengembangan berdasarkan pada konsensus antara pemerintah dan masyarakat.
5.
Terdapat
akses bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat.
Alat Ukur Partisipasi
Contoh: pemerintah daerah
a)
Public
Hearing (pemda-masyakarat, DPRD-masyarakat,
atau bersama dengan kalangan swasta).
b)
Pertemuan
kelompok masyarakat (stakeholders meeting).
c)
Jajak
pendapat umum.
d)
Laporan
penelitian dan kajian.
e)
Diskusi
publik.
f)
Electronic
participation (mail box
telepon, email, website).
g)
Konferensi
dan pertemuan meja bundar.
Ø Pemerintah berfungsi pembuat kebijakan, pengendalian, dan
pengawasan.
Ø Swasta berfungsi penggerak aktifitas ekonomi.
Ø Rakyat merupakan obyek dan subyek berperan serta dalam sektor
swasta dan pemerintahan.
Jika hal diatas dapat terlaksana dengan baik, maka kemungkinan yang
dapat terjadi apabila dipersiapkan secara matang, maka akan diperoleh hal-hal
sebagai berikut:
1. Pemerintah tidak lagi mendominasi (otoriter), diimbangi oleh
peran rakyat dan
swasta yang saling melakukan kerja sama dan
pengawasan.
2. Pemerintah lebih transparan, partisipatif, dan akuntabel.
3. Pemerintah tidak hanya melayani tapi juga menjadi fasilitator
yang baik.
4. Sistem pemerintahan lebih demokratis, rakyat lebih berdaulat.
5. Pencapaian tujuan bernegara dan bermasyarakat akan mudah dicapai
karena
ada persamaan persepsi, visi, dan misi.
Apabila tidak dipersiapkan secara matang, maka performance dan
kinerja penyelenggaraan pemerintahan tetap saja sama atau memburuk; tidak
partisipatif, tidak akuntabel, tidak transparan, tidak efisien
dan efektif, lamban, a-demokratis, penuh KKN, tidak ada kontrol, dan
lain-lain.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada dasarnya konsep good governance memberikan rekomendasi
pada sistem pemerintahan yang menekankan kesetaraan antara lembaga-lembaga
Negara baik ditingkat pusat maupun daerah, sector swasta, dan masyarakat madani
(civil society).
Pada satu sisi, konsolidasi demokrasi di Indonesia tidak dapat
dicapai tanpa melawan korupsi. Hal ini memerlukan satu serangkaian inisiatif,
sarana dan institusi, dan hal ini tidak akan dapat dicapai kecuali aturan
hukum, peradilan, dan pada kesamaan dalam proses-proses peradilan. Sistem
pemerintahan yang demokratis dan bersih akan terwujud dengan perubahan sikap
dari seluruh strata masyarakat untuk tidak mentolerir korupsi.
Cara untuk menumbuhkan etos good governance sebaiknya dimulai
dari individu penyelenggara Negara (pemerintah). Pemerintah disini tidak hanya
diterjemahkan sebagai eksekutif saja, tetapi harus dilihat dari pengertian yang
lebih luas yaitu semua pihak yang memperoleh amanah dari rakyat seperti
legislatif, yudikatif, dan bahkan termasuk kalangan pengajar di perguruan
tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Machmud. 1984. “Demokrasi, Undang-undang dan Peran
Raakyat”,dalam Prisma No.8 LP3ES. Jakarta.
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta
; Gramedia Pustaka tama.
Deliear Noer. 1983. Pengantar ke Pemikiran Politik, CV.
Rajawali, Jakarta, cet. 1, halaman 207
Hadiwinata, Bob Sugeng; Schuck, Christoph. 2010. DEMOKRASI
DI INDONESIA : Teori dan praktik. Yogyakarta ; Graha Ilmu.
Hetifah Sj. Sumarto. 2003. Inovasi, Partisipasi dan Good
Governance, Jakarta ; Yayasan Obor Indonesia.
Miftah, Thoha. 2003. Birokrasi dan Politik di Indonesia.
Jakarta ; Penerbit Raja Grafindo Persada.
Sorensen, George. 1993. Demokrasi dan Demokratisasi. Yogyakarta
; Pustaka Pelajar.
Thompson, Dennis F. 2002. Etika Politik Pejabat
Negara. Jakarta ; Yayasan Obor Indonesia.
T. Gayus Lumbuun, Kebijakan Pemerintah Dalam Mewujudkan
Pemerintahan Yang Baik, http://www.kormonev.menpan.go.id.
[2]
Miftah
Thoha. Birokrasi dan Politik di Indonesia. 2003. Penerbit Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Subscribe to:
Posts (Atom)